Sejarah Sastra Indonesia
Sejarah sastra adalah ilmu yang memperlihatkan perkembangan karya sastra dari waktu ke waktu. Sejarah sastra bagian dari ilmu sastra yaitu ilmu yang mempelajari tentang sastra dengan berbagai permasalahannya. Di dalamnya tercakup teori sastra, sejarah sastra dan kritik sastra, dimana ketiga hal tersebut saling berkaitan.
Kepulauan Nusantara yang terletak diantara benua Asia dan Australia dan diantara Samudra Hindia/ Indonesia dengan Samudra Pasifik/ Lautan Teduh, dihuni oleh beratus-ratus suku bangsa yang masing-masing mempunyai sejarah, kebudayaan, adat istiadat dan bahasa sendiri-sendiri.
Bahasa Indonesia berasal dari bahasa melayu yaitu salah satu bahasa daerah di Nusantara. Bahasa Melayu digunakan oleh masyarakat Melayu yang berada di pantai timur pulau Sumatera.
Kerajaan Melayu yang berpusat didaerah Jambi, pada pertengahan abad ke-7 (689-692) dikuasai oleh Sriwijaya yang beribu kota di daerah Palembang sekarang ini,-
- Kesusastraan Melayu Klasik
Sastra Melayu Klasik tidak dapat digolongkan berdasarkan jangka waktu tertentu karena hasil karyanya tidak memperlihatkan waktu. Semua karya berupa milik bersama. Karena itu, penggolongan biasanya berdasarkan atas : bentuk, isi, dan pengaruh asing.
a. Kesusastraan Rakyat (Kesusastraan Melayu Asli)
Kesusastraan rakyat/ Kesusastraan melayu asli, hidup ditengah-tengah masyarakat. Cerita itu diturunkan dari orang tua kapada anaknya, dari nenek mamak kepada cucunya, dari pencerita kepada pendengar. Penceritaan ii dikenal sebagai sastra lisan (oral literature).
Kesusastraan yang tumbuh tidak terlepas dari kebudayaan yang ada pada waktu itu. Pada masa Purba (sebelum kedatangan agama Hindu, Budha dan Islam) kepercayan yang dianut masyarakat adalah animisme dan dinamisme. Karena itu, cerita mereka berhubungan dengan kepercayaan kepada roh-roh halus dan kekuatan gaib yang dimilikinya. Misalnya :
- Cerita asal-usul
- Cerita binatang
- Cerita Jenaka
- Cerita Pelipur lara.
b. Pengaruh Hindu dalam Kesusastraan Melayu
Pengaruh Hindu Budha di Nusantara sudah sejak lama. Menurut J.C. Leur (Yock Fang : 1991:50) yang menyebarkan agama Hindu di Melayu adalah para Brahmana. Mereka diundang oleh raja untuk meresmikan yang menjadi ksatria. Kemudian dengan munculnya agama Budha di India maka pengaruh India terhadap bangsa Melayu semakin besar. Apalagi agama Budha tidak mengenal kasta, sehingga mudah beradaptasi dengan masyarakat Melayu.
- Epos India dalam kesusastraan Melayu
· Ramayana : cerita Ramayana sudah dikenal lama di Nusantara. Pada zaman pemerintahan Raja Daksa (910-919) cerita rama diperlihatkan di relief-relief Candi Loro Jonggrang. Pada tahun 925 seorang penyair telah menyalin cerita Rama ke dalam bentuk puisi Jawa yaitu Kakawin Ramayana. Lima ratus tahun kemudian cerita Rama dipahat lagi sebagai relief Candi Penataran. Dalam bahasa melayu cerita Rama dikenal dengan nama Hikayat Sri Rama yang terdiri atas 2 versi : 1) Roorda van Eysinga (1843) dan W.G. Shelabear.
· Mahabarata : Bukan hanya sekedar epos tetapi sudah menjadi kitab suci agama Hindu. Dalam sastra melayu Mahabarata dikenal dengan nama Hikayat Pandawa. Dalam sastra jawa pengaruh Mahabarata paling tampak dari cerita wayang.
c. Kesusastraan Zaman Peralihan Hindu-Islam, dan pengaruh Islam
Sastra zaman peralihan adalah sastra yang lahir dari pertemuan sastra yang berunsur Hindu dengan sastra yang berunsur Islam di dalamnya. Contoh karya-karya sastra yang masuk dalam masa ini adalah ; Hikayat Puspa raja, Hikayat Parung Punting, Hikayat Lang-lang Buana, dsb.
Sastra pengaruh Islam adalah karya sastra yang isinya tentang ajaran agama Islam yang harus dilakukan oleh penganut agama Islam. Contoh karya : Hikayat Nur Muhammad, Hikayat Bulan Berbelah, Hikayat Iskandar Zulkarnaen dsb.
-Perkembangan agama Islam yang pesat di Nusantara sebenarnya bertalian dengan perkembangan Islam di dunia. Pada tahun 1198 M. Gujarat ditaklukkan oleh Islam. Melalui Perdagangan oleh bangsa Gujarat, Islam berkembang jauh sampai ke wilayah Nusantara. Pada permulaan abad ke-13 Islam berkembang pesat di Nusantara.-
-Pada abad ke-16 dan ke-17 kerajaan-kerajaan di Nusantara satu persatu menjadi wilayah jajahan bangsa-bangsa Eropa yang pada mulanya datang ke Nusantara karena mau memiliki rempah-rempah.
d. Kesusastraan Masa Peralihan : Perkembangan dari Melayu Klasik ke Melayu Modern
Pada masa ini perkembangan antara kesusastraan Melayu Klasik dan kesusastraan Melayu Modern peralihannya dilihat dari sudut isi dan bahasa yang digunakan oleh pengarangnya. Dua orang tokoh yang dikenal dalam masa peralihan ini adalah Raja Ali Haji dari pulau Penyengat, Kepulauan Riau, dan Abdullah bin Abdul Kadir Munsyi dari Malaka.
Contoh karya Abdullah : Hikayat Abdullah, Syair Singapura dimakan Api, ia juga menerjemahkan Injil ke dalam bahasa melayu.
- Kesusastraan Indonesia Modern
Lahirnya Kesusastraan Indonesia Modern
Jika menggunakan analogi ¨Sastra ada setelah bahasa ada¨ maka kesusastraan Indonesia baru ada mulai tahun 1928.
Karena nama ¨bahasa Indonesia¨ secara politis baru ada setelah bahasa Melayu di diikrarkan sebagai bahasa persatuan pada tanggal 28 Oktober 1928 yang dikenal dengan Sumpah Pemuda.
Namun menurut Ayip Rosidi dan A. Teeuw, Kesusastraan Indonesia Modern ditandai dengan rasa kebangsaan pada karya sastra. Contohnya seperti : Moh. Yamin, Sanusi Pane, Muh. Hatta yang mengumumkan sajak-sajak mereka pada majalah Yong Sumatera sebelum tahun 1928.
a. Masa Kebangkitan (1920-1945)
1). Periode 1920 (Angkatan Balai Pustaka)
2). Periode 1933 (Angkatan Pujangga Baru)
Penamaan periode ini di dasarkan pada munculnya majalah ¨Pujangga Baru¨ yang dikelola oleh S.T. Alisyahbana, Armin Pane dan Amir Hamzah.
Contoh : Puisi Amir Hamzah
Datanglah engkau wahai maut
Lepaskan aku dari nestapa
Engkau lagi tempatku berpaut
Diwaktu ini gelap gulita
(Buah Rindu II)
3). Periode 1942 (Angkatan 45)
Chairil Anwar pelopor angkatan 45, nama lain pada masa ini seperti Idrus, Mochtar Lubis dan Pramoedya A T.
Contoh Sajak Chairil :
Awas jangan bikin beta marah
Beta bikin pala mati
Beta kirim datudatu!
Beta Pattirajaaawane, penjaga hutan pala
Beta api dipantai. Siapa mendekat
Tiga kali menyebut beta punya nama.
b. Masa Perkembangan (1945 – sekarang)
1). Periode 1945 (Angkatan 45 : 1942-1953)
2). Periode 1950 (Angkatan 50 dimulai tahun 1953)
Dimasa ini ada Nugroho Notosusanto pengarang Hujan Kepagian, AA Navis pengarang Robohnya Surau Kami, Trisnoyuwono pengarang laki-laki dan mesiu, penyair Toto Sudarto Bachtiar, WS Rendra (juga ada yang menggolongkan ke angkatan 70)
3). Angkatan 66
Pada tanggal 6-9 Mei 1966 Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia bersama dengan KAMI dan KAPPI menyelenggarakan simposium berjudul : ¨Kebangkitan semangat 1966 : Menjelajah Tracee Baru Lekra dan Neolekranisme¨. Dominasi kebudayaan oleh politik, tegas-tegas ditolak. Inilah mulai dinamakannya angkatan 66. Dari kelompok ini, majalah bulanan baru, Horison, segera terbit sebagai suara sastranya.
4), Angkatan 70
Tahun 1970-1990 ada beberapa sastrawan yang terkenal misalnya : Sutardji Calzoum Bachri, Abdul Hadi W.M., Putu Wijaya
Karya Sastra Indonesia
Secara umum, karya sastra di Indonesia dibagi menjadi tiga kelompok besar, yaitu drama, puisi, dan prosa. Drama merupakan proyeksi konflik kehidupan manusia di dunia nyata, yang disajikan di atas pentas dalam bentuk dialog dan gerakan. Istilah drama berasal dari kata drame dalam bahasa Perancis yang diambil untuk menjelaskan lakon-lakon mereka tentang kehidupan kelas menengah diPerancis.
Kita seringkali beranggapan bahwa drama sama dengan teater, padahal dua hal tersebut memiliki definisi yang berbeda. Teater adalah segala pertunjukan di depan orang banyak, seperti wayang orang, sulap, lenong, ketoprak, tanpa menyaratkan adanya naskah tertulis seperti halnya drama.
Puisi adalah karya sastra yang memuat pesan dengan tafsiran arti yang relatif luas karena kadangkala dibuat dalam bahasa yang tidak lugas. Puisi biasanya disajikan dalam bentuk bait. Puisi modern barangkali memang lebih bebas pakem, tanpa harus terikat baku pada pertimbangan rima, jumlah baris, tujuan pembuatan, bahkan pilihan rasa bahasa. Karena itulah kadangkala puisi modern yang beredar di sekitar kita saat ini sangat berasa subjektivitas pengarangnya. Yah, itu sah-sah saja karena toh penulis itu sendiri yang memegang kendali. Di masa lampau, puisi memiliki ragam yang cukup variatif, seperti gurindam, pantun, talibun, puisi mantra, tabas, nazam, dan lain sebagainya.
Prosa adalah jenis tulisan yang lebih lugas atau sesuai dengan arti leksikalnya. Kata prosa berasal dari bahasa latin yang berarti terus terang, digunakan untuk mendeskripsikan gagasan atau fakta. Prosa dalam karya sastra dibagi menjadi beberapa bentuk, yaitu roman, novel, novelet, dan cerpen.
Roman adalah karya fiksi yang menceritakan kisah kehidupan sang tokoh secara utuh, semenjak lahir sampai meninggal. Sedangkan novel hanya menceritakan bagian-bagian tertentu atau bagian yang paling mengubah kehidupan dari sang tokoh. Pada perkembangan awal, novel adalah karya sastra yang bersifat realis, artinya menceritakan kehidupan sang tokoh secara nyata tanpa dibumbui dengan hal-hal yang bersifat ajaib atau gaib. Novelet adalah bentuk yang lebih singkat dari novel, namun dengan aras yang sama.
Sedangkan cerpen adalah bentuk yang lebih pendek lagi dari novel dan novelet. Secara garis besar, cerpen adalah bacaan yang bisa habis dibaca sekali duduk. Dalam perkembangan kekinian, batas antara roman dan novel semakin terkaburkan. Para penikmat karya sastra, bahkan para penulisnya, jamak beranggapan bahwa sebentuk karya fiksi dengan sekian tokoh dan konflik di dalamnya, dengan jumlah halaman minimal 50 halaman, adalah novel, tanpa melihat lagi alur dan ide cerita dominan didalamnya.
Novel pada akhirnya mengenal pemerian berdasarkan suasana dominan yang membungkusnya. Ada novel sejarah (epic), novel religi, novel sains (science fiction), novel petualangan, novel keluarga, atau label-label lain yang sebenarnya adalah bagian dari strategi pemasaran para penerbit buku. Bentuk cerpen sepertinya memang menjadi milik media masa sepenuhnya. Terlebih ketika para penerbit buku cenderung memilih menerbitkan novel ketimbang kumpulan cerpen (kecuali dari seorang penulis ternama tentunya).
Perkembangan konstruksi teoretis karya sastra di Indonesia memang menarik untuk dicermati lebih lanjut. Pemahaman dasar bahwa karya sastra adalah ruang bebas interupsi, ruang tempat seorang penulis bebas untuk meramu serabut-serabut realita dan bebas untuk menyajikannya dalam bahasa semua dunia semesta, adalah pemahaman praktisi-praktisi dunia literasi terkini. Konstruksi teori akhirnya mengalami reduksi bahkan dekonstruksi, begitu pula konstruksi gagasan dan substansi nilai.
0 komentar:
Posting Komentar